Penantian Maya
Oleh : Diffic Nian Insyafiah
Sungguh bodoh jika
kau menjalani hari seperti yang kulakukan. Karena aku memang sudah gila. Ya,
gila, suatu kata yang merupakan pelampiasanku. Gila adalah aku. Aku adalah
gila. Mungkin kau membayangkan aku seperti orang gila pada umumnya. Orang yang
bisa saja menjadi psikopat karena kegilaannya, Tidak. Au sama sekali tidak
seperti yang kau duga. Aku justru diam. Dan terus diam. Kau bahkan bisa
menghitung berapa banyak kata yang kukeluarkan dari mulutku selama dua tahun.
Kau bisa saja
berpendapat bagaimana diriku. Kau boleh menambahkan namaku dalam daftar
kecerewetanmu. Tak apa. Bukankah semua orang bebas berpendapat? Ah, lupakanlah.
Nikmatilah hidupmu sejenak. Lakukanlah apa yang bisa kau lakukan.
Memang benar yang
kulakukan itu salah. Tapi inilah duniaku. Dunia yang membuatku terasa nyaman
ketika aku bicara bersamanya. Kau dan aku berbeda. Tapi kau selalu
menganggapnya sama. Mungkin karena kita berasal dari darah yang sama. Tapi itu
tak membuatku harus selalu menyamaimu kan?
Kau pernah bilang,
bahwa kita ditakdirkan untuk saling menjaga, bahwa kita saling membutuhkan, dan
saling melengkapi. Tapi kuharap kau tak pernah mengacaukan ‘Acaraku’ lagi. Kau
memang benar bahwa kita adalah manusia dan persamaan-persamaan yang terjalin di
antara kita haruslah didasari dengan rasa saling mengerti.
Tapi kau lupa, kau
tak pernah mengerti apa yang kumau. Bahkan ketika hari terbaikku datang, kau
membuat semuanya menjadi hancur.
Aku tetap di sini.
Di sini dalam arti duduk mematung dan menyendiri di tengah-tengah taman. Ketika
sudah tepat waktunya, yaitu tengah malam, aku akan melakukan seperti biasanya.
Aku berdiri, bukan untuk menuruti ajakanmu untuk pulang. Tetapi untuk mengambil
teh dari dalam rumah dan menikmatinya di halaman rumah dengan beralas tikar
kecil.
Seperti sudah
kusiapkan semua untuk ‘acaraku’ itu. Aku menikmati setiap seruputan teh yang membasahi
kerongkonganku yang telah lama kering. Karena aku hanya bisa makan atau minum
di saat yang seperti ini.
Cahaya rembulan membasuh tiap
pori-pori kulitku. Kelembutan dari cahayanya membuat jiwaku merasa utuh.
Kutatap bintang-bintag yang mengapung dalam langit malam. Kusenandungkan
beberapa lagu buatanku sendiri untuk mereka. Mereka adalah para jangkrik yang
mengerik, suara sekawanan katak, bunga-bunga, pepohonan, dedaunan, rembulan,
bintang, dan suara-suara lain pengisi malam.
Tentu saja bukan itu yang menjadi
tujuanku. Kau tahu, aku sedang menanti. Ya, menanti. Menanti dalam arti aku
benar-benar menunggu seseorang yang amat istimewa bagiku.
Namun, yang kutunggu tak pernah tak
pernah datang. Yang kutunggu sudah meninggal tiga tahun lalu, ialah Ibuku.
Ibu tercinta. Aku selalu mencintainya, bahkan aku tak pernah bisa jauh darinya
walau sedetik saja.
“Ibu akan selalu ada di sisimu,
Maria. Ibu tak akan kemana-mana. Ibu tak akan pergi jauh.”
Itulah kata-kata Ibu yang lembut selalu
terngiang-ngiang di telingaku. Dan aku tak kan pernah lupa dari empat tahun
yang lalu sampai sekarang.
Aku akan selalu menanti ibu datang untuk menemaniku
setiap aku tidur seperti dulu. Tak pernah kupedulikan orang berkata apa. Karena
aku yakin Ibuku tak pernah berbohong, tak kan pernah meninggalkanku atau
menjauhiku. Aku tahu, Ibuku pasti punya urusan penting untuk sebentar saja. Aku
yakin itu, Ibuku tidak akan meninggalkanku!
Walau beribu-ribu kali hari berganti, aku kan
tetap di sini menunggu Ibuku datang. Aku sama sekali tak peduli pada hal lain.
Yang kupedulikan hanyalah menanti. Karena aku sudah tak punya tujuan hidup
lagi.
Kadang aku tak tahu apa dan siapa yang
kunanti. Tapi yang jelas aku akan terus menanti beberapa orang yang pernah
kurindukan walau mereka tak pernah datang. Itulah kenapa aku menyebut diriku ‘Sang
Penanti’, yang kan selalu menanti.
*****
Biodata :
Diffic
Nian Insyafiah, bisa dipanggil
Fia. Mempunya nama pena, yaitu Fiana Airy Kikisya. Aku lahir di Jombang pada
tanggal 4 September 2000. Saat ini, aku sedang
menuntut ilmu di sekolah SMP N 1 Tembelang, kelas 3. Menyukai kegiatan
tulis menulis dan membaca buku, terutama novel fiksi sejak kecil. Namun, lebih mengembangkan kegiatan menulis saat berumur 14 tahun. Untuk
akun sosial media, bisa dihubungi melalui facebook : Naficha Nadif, Twitter : @FianaAiry, dan untuk e-mail, kirim
ke : difficnianinsyafiah@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar